Sabtu, 25 Januari 2014

Dan Brown: Menguak Misteri Agama Lewat ``The Da Vinci Code``

komzone.com
The Da Vinci Code

Novel yang mengandung isu agama selalu mengundang kontroversi. Tidak terkecuali novel The Da Vinci Code. Mungkin, karena kontroversi, novel keempat karya Dan Brown ini menjadi novel terlaris tahun 2003 dengan total penjualan sebanyak 5,7 juta eksamplar, memecahkan rekor penjualan selama 10 tahun yang dipegang oleh The Bridges Over the Madison County (James Waller) yang pada masa itu, terjual sebanyak 4,3 juta eksamplar.

Sebenarnya, sejak diterbitkan pada Maret 2003, penerbit Doubleday sudah bisa mencium sukses yang akan diraih The Da Vinci Code mengingat bahwa hanya dalam dua hari, edisi sampul keras novel ini terjual lebih banyak daripada jumlah seluruh novel Brown sebelumnya. Brown berhasil mengungguli penjualan novel-novel tahun 2003 karya penulis-penulis top dunia lainnya seperti Grisham, Clancy, Patterson, Sparks, Karon, King, Steel, Cussler, Tim LaHaye, dan Jerry B. Jenkins.

Novel ini diawali dengan kisah pembunuhan seorang kurator seni, Jacques Sauniere, di museum Louvre Paris. Beberapa saat sebelum kematiannya, Sauniere berhasil meninggalkan beberapa petunjuk di tempat kejadian yang hanya cucu perempuannya, seorang kriptografer bernama Sophie Neveu dan seorang ahli simbol yang sangat ternama,  Robert Langdon,  yang dapat memecahkan petunjuk-petunjuk tersebut. Sophie dan Langdon kemudian menjadi buronan polisi sekaligus menjadi detektif yang berusaha memecahkan pesan-pesan rahasia yang ditinggalkan Sauniere—yang terkait dengan misteri yang melingkupi lukisan-lukisan Leonardo Da Vinci.

Selain di Perancis, latar cerita juga menelusuri Inggris dan sejarah yang melahirkan pesan-pesan tersebut. Ia menguak konspirasi yang sudah berlangsung 200 tahun yang terkait dengan sejarah agama Kristen, Yesus, dan sebuah paguyuban rahasia (secret society) di masa lalu yang melibatkan para tokoh-tokoh terkenal seperti Leonardo Da Vinci, Isaac Newton dan Victor Hugo. Brown berhasil memadukan sebuah thriller dengan tafsiran yang mengagumkan tentang sejarah Barat sehingga novel ini tidak hanya menarik hati pembaca suspense tetapi juga para peminat seni dan agama.


Begitu heboh dan gencar perbincangan serta resensi novel ini di media di AS, sehingga seorang pemilik toko buku di Lexington, Kentucky AS memanfaatkannya dengan mengadakan Forum Makan Malam The Da Vinci Code. Pembeli buku di tokonya ditawarkan kesempatan untuk mendiskusikan buku ini dalam sebuah acara makan malam bertarif $30. Forum Makam Malam ini menghadirkan seorang tamu kehormatan yang adalah doktor sejarah seni Renaissans sebagai pemicu awal diskusi dan penghangat suasana. Menu makan malamnya  pun disesuaikan dengan tema buku, yaitu bergaya Renaissans.

Sukses forum ini bukan hanya meningkatkan penjualan The Da Vinci Code dan novel-novel Brown yang lain, namun juga buku-buku dengan tema terkait. Sebulan sebelum diadakannya forum makan malam ini, Turnbull mencatat bahwa tokonya hanya berhasil menjual 10 eksamplar buku yang terkait dengan The Da Vinci Code. Namun pada bulan Maret, jumlah ini meningkat menjadi 120, dipimpin oleh buku Lewis Purdue, The Da Vinci Legacy, yang diterbitkan awal Januari lalu. Forum makan malam ini pun kemudian berlangsung beberapa kali, dengan total hasil penjualan tiket mencapai $3.000.

Ketertarikan Brown pada Leonardo Da Vinci dan misteri yang tersembunyi di dalam lukisan-lukisannya, berawal ketika dia sedang belajar sejarah seni di Universitas Seville di Spanyol. Bertahun-tahun kemudian, ketika melakukan riset untuk novel ketiganya, Angels & Demons, dan arsip-arsip rahasia Vatican, dia berhadapan dengan enigma Da Vinci lagi. Sejak itulah secara khusus dia tertarik pada lukisan Da Vinci.  Dalam sebuah wawancara, Brown mengatakan bahwa diperlukan riset selama setahun sebelum dia mulai menulis novel The Da Vinci Code.

Secara merendah, Brown mengakui bahwa dia memilih topik yang kontroversial ini untuk alasan pribadi: “terutama sebagai eksplorasi atas agama saya sendiri dan gagasan saya tentang agama. Saya yakin bahwa satu alasan mengapa buku ini menjadi kontroversial adalah bahwa agama adalah sesuatu hal yang sangat sulit untuk didiskusikan dalam istilah-istilah kuantitatif. Saya menganggap diri saya sebagai siswa dari banyak agama. Niat tulus saya adalah bahwa The Da vinci Code , selain menghibur pembaca,  juga menjadi pintu pembuka bagi pembaca untuk mengawali eksplorasi mereka sendiri,“ demikian penuturannya

Penggemar John Steinbeck, Robert Lundlum, dan Shakespeare ini memiliki kebiasaan menulis pada pukul 4 subuh. “Inilah waktu produktif saya,“ alasannya. Dia menempatkan jam pasir di mejanya dan setiap satu jam, Brown beristrirahat dengan melakukan push upsit-up, dan beberapa peregangan. “ Ini membantu agar peredaran darah (dan gagasan) saya terus mengalir, “ katanya.

Selain itu, Brown juga kerap berdiri dengan posisi kepala di bawah (gravity boots). Menurutnya, berdiri dengan posisi terbalik membantunya menyelesaikan tantangan karena menggeser seluruh perspektifnya. Beberapa orang mengganggapnya aneh karena dia melakukan kebiasaan-kebiasaan ini ketika sedang menulis novel. Namun, barangkali, karena keunikan ritual inilah kemudian lahir novel-novel yang kontroversial dan sekaligus menjadibestseller dunia.

Bagaimana dengan novel terbaru Dan Brown, Inferno, yang akan terbit esok 14 Mei 2013? Misteri apa lagi yang akan dikuak oleh Brown dalam novelnya ini? Mari kita nantikan bersama. (***)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

New Tutorial

Page Fans